Pages

Selasa, 08 Juni 2010

Zona Nelayan Tradisional Dikuasai Pukat Harimau

Zona nelayan tradisional Sibolga–Tapanuli Tengah (Tapteng), selama ini dikuasai Kapal Pukat Harimau atau Kapal Trawl. Seluruh potensi laut yang selama ini jadi garapan nelayan tradisional dirampas habis.


Kesal karena zona mereka terusik, sejumlah nelayan tradisional yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM) Sibolga-Tapanuli Tengah, mendatangi kantor Bupati Tepanuli Tengah, kemarin (7/6). Di sana, mereka berorasi untuk menyampaikan aspirasinya.


Ketua KNTM Sibolga-Tateng se-Pantai Barat Sumatera Utara Nirwan Kamal, dalam orasinya menyampaikan, mereka kesal karena ulang Pukat Harimau mereka kehilangan rumpun atau rabu dan rangsang.


Bahkan bubu atau luka kata Nirwan, yang dibangun sedikitnya di 1.500 titik, menghilang pasca kehadiran Pukat Harimau, dalam kurun waktu 2 bulan.


"Kami meminta ketegasan Bupati Tapanuli Tengah, Menteri Kelautan dan Dirjen DKP Pusat, Lantamal II Padang, DKP Tapteng, Pangkalan Angkatan Laut Sibolga dan instansi terkait lainnya, memperketat pengawasan di Zona nelayan tradisional. Kalau bisa segera dilakukan razia besar-besaran, sebab hingga kini Pukat Harimau masih beroperasi di zona nelayan kecil," ungkap Nirwan.


Sebab menurut Nirwan, Pukat Harimau atau Trawl seharusnya beroperasi di jalur Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) atau zona 200 mil dari garis dasar pantai. "Jadi, bukan berlayar dan melakukan penangkapan di zona nelayan tradisional. Aktivitas pukat itu mengakibatkan rusaknya rumpun/rabo, bubu/luka serta rangsang yang kami bangun untuk pengembangbiakan ikan di sana," ujar Nirwan lagi.


Masih dalam orasi itu, KNTM mendesak instansi terkait menyelidiki permainan antara pengusaha kapal dengan DKP, Adpel dan instansi terkait lainnya yang diindikasikan menyulap Gross Ton (GT) kapal, baik di Sibolga maupun Tapteng. "Kami melihat ada kapal yang seharusnya memiliki GT 200 diubah menjadi GT 90, 80 bahkan sampai GT 17 dan jumlahnya mencapai ratusan unit sesuai dengan data yang kami dapat," beber Nirwan, seraya mengatakan mereka juga menemukan adanya kapal yang memiliki GT 17 memakai mesin Nissan RF 10,500 PK (tenaga kuda). "Sementara kapal yang bermesin 500 PK adalah ber-GT 80 keatas. Sehingga terlihat ada keanehan dalam hal ini, kami berharap agar pihak berwajib menyelidikinya," pinta Nirwan.


Dalam orasi itu Nirwan juga mengatakan bahwa penyulapan GT Kapal tersebut dilakukan untuk mempermudah keluarnya izin dari tingkat I Sumut dan juga agar kapal dapat berlayar dan menangkap ikan di jalur nelayan tradisional yang tentunya sangat merugikan negara secara khusus nelayan tradisional. "Sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan tidak dibenarkan kapal-kapal yang melanggar jalur yang sudah ditentukan bisa sewenang-wenang beroperasi terlebih menggunakan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak," terang Nirwan, seraya berharap agar Bupati Tapanuli Tengah memperhatikan nasib nelayan tradisional yang semakin menderita akibat beroperasinya pukat trawl di jalur nelayan tradisional. (metrosiantar.com)

0 komentar:

Posting Komentar