Pages

Jumat, 11 Juni 2010

MK Kukuhkan Kemenangan SARMA

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Mahfud MD mengukuhkan kemenangan pasangan Drs HM Syarfi Hutauruk-Marudut Situmorang (SARMA) sebagai calon wali kota-wakil wali kota Sibolga terpilih periode 2010-2015. Hakim MK menolak gugatan pasangan H Afifi Lubis SH-Halomoan Parlindungan Hutagalung SE untuk seluruhnya.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Mahfud MD saat membacakan putusan, di gedung MK, Jakarta, Jumat (11/6). Anggota hakim MK yang lain adalah M Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Harjono, dan M. Arsyad Sanusi.

Begitu usai pembacaan putusan, puluhan pendukung Syarfi yang menyaksikan persidangan dari layar TV di luar sidang, langsung berjingkrak-jingkrak dan saling berpelukan. Sedang Syarfi yang berada di ruang sidang, masih tampak tenang. Afifi dan Halomoan sendiri tidak hadir di persidangan.

Usai sidang, kepada koran ini, Syarfi mengatakan, dengan keputusan MK ini, maka terbukti sudah bahwa keadilanlah yang menang. "Dengan putusan ini, MK telah mengukuhkan keputusan KPUD Kota Sibolga yang menetapkan saya dan Marudut sebagai pemenang," ujar Syarfi.

Sedang Marudut mengatakan, keputusan MK ini harus diketahui seluruh masyarakat Sibolga. "Proses politik dan proses hukum sudah selesai, saya harap semua masyarakat mendukung kami," ujar pria yang kemarin mengenak batik coklat itu.

Pendukung Syarfi-Marudut, Sukran Tandjung, berharap agar DPRD Kota Sibolga nantinya tidak mempersulit proses administrasi pengesahan dan pelantikan pasangan tersebut sebagai wako-wawako terpilih. "Jika DPRD mempersulit, saya sebagai fungsionaris Partai Golkar Sumut, akan lapor ke DPP," tegas Wakil Sekretaris PG Sumut itu.

Kembali ke amar putusan MK. Majelis hakim MK menolak dalil-dalil pemohon (Afifi-Halomoan) yang menyebutkan ada kecurangan-kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis yang dilakukan KPUD Sibolga. Hakim menjelaskan, bahwa yang dimaksud pelanggaran masif, sistematis dan terstruktur adalah pelanggaran yang melibatkan sedemikian banyak orang, direncanakan secara matang, dan melibatkan pejabat serta penyelenggara pemilu secara berjenjang.

"Sedangkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, pelanggaran tersebut tidak terjadi secara masif, sistematis dan terstruktur, baik yang dilakukan oleh Pemohon atau pihak lainnya yang ditujukan untuk memenangkan salah satu pihak, karena itu dalil Pemohon tersebut tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan," ujar hakim, yang membacakan putusan secara bergantian.

Hakim juga menyatakan tidak terbukti dalil Pemohon yang menyatakan telah ditemukannya DPT ganda sebanyak 2.450, NIK dalam proses sebanyak 2.960, NIK Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 182, adanya pemilih yang didaftarkan dalam DPT hanya berdasarkan surat keterangan domisili dari kelurahan sebagai persyaratan untuk turut serta memberikan suara sebanyak 303 pemilih, adanya 18 pemilih yang tidak bertempat tinggal sesuai DPT, adanya 34 pemilih yang beralamat fiktif, adanya penggelembungan jumlah oleh pemilih yang dilakukan oleh Lurah Sibolga Ilir dan ditemukan adanya 8.538 Surat Pemberitahuan Panggilan untuk memberikan hak suara di TPS yang tidak diserahkan kepada pemilih.

Mengenai tudingan bahwa Syarfi patut diduga tidak memiliki ijazah SD, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan sebagaimana keterangan saksi Termohon (Syahlan Tanjung) dan saksi pihak terkait (M Zahrin Piliang, M Zen Piliang dan Wisran Sihombing), menjelaskan bahwa Syarfi telah menempuh sekolah di SDN Pasar Sorkam dari kelas 1 sampai kelas 6 dan tamat pada tahun 1973. Bahwa nomor stambuk M Syarfi Hutauruk adalah 151. Bahwa ibu Yuliani tidak tahu tentang murid-murid masa lalu di SD Negeri Pasar Sorkam karena Ibu Yuliani baru bertugas selama satu tahun. Bahwa Syarfi Hutauruk tamat pada Tahun 1973 dengan kepala sekolah Almarhum Raslan Tanjung. Bahwa pada saat proses verifikasi ke SD tersebut, pihak KPUD Kota Sibolga tidak melakukan penekanan kepada Ibu Yuliani. "Menurut Mahkamah dalil pemohon tidak terbukti sehingga harus dikesampingkan," ujar hakim.

Mengenai adanya 3 Camat dari 4 Kecamatan di Kota Sibolga yang dimutasi secara mendadak ketika tahapan Pemilukada Kota Sibolga, Mahkamah menilai hal tersebut bukan merupakan bagian dari perselisihan Pemilukada yang dapat dinilai oleh MK. Tudingan money politics juga tidak terbukti.

Mahkamah juga menilai tindakan KPU Kota Sibolga yang mengambil alih dan melakukan rekapitulasi penghitungan suara di Mapolres Kota Sibolga beralasan, berhubung dengan keadaan keamanan serta ketidakhadiran anggota PPK karena masalah keamanan. Terkait keputusan KPUD Kota Sibolga yang memindahkan tempat rekapitulasi penghitungan ulang tingkat PPK di Mapolresta Sibolga pasca kerusuhan, menurut Mahkamah hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan KPU Nomor 73 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi.

Mahkamah berpendapat, surat Ketua DPRD kepada KPU Kota Sibolga perihal penundaan penghitungan suara, tidak dapat dianggap sebagai surat resmi yang mewakili Pimpinan atau institusi DPRD, karena tanpa sepengetahuan Pimpinan DPRD Kota Sibolga lainnya serta tanpa melakukan rapat paripurna DPRD Kota Sibolga, sehingga secara hukum tidak mengikat. (metrosiantar.com)

0 komentar:

Posting Komentar