Pages

Selasa, 16 Februari 2010

Nelayan Masih Dipungut Retribusi


MEDAN (SI) – Pemerintah daerah (pemda) masih memungut retribusi di sektor perikanan, terutama dari nelayan.Retribusi yang diatur melalui peraturan daerah (perda) belum bisa dihentikan karena tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menghapuskan pungutan tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara Zulkarnain menyatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad memang telah menyampaikan imbauan kepada pemerintah daerah untuk membebaskan retribusi terhadap nelayan.Bahkan, pada Oktober 2009,Fadel telah menyampaikan surat kepada seluruh gubernur yang meminta penghapusan retribusi bagi nelayan. Zulkarnain menuturkan, imbauan saja belum cukup kuat untuk mencabut satu perda yang sudah berlaku.Atas dasar itu, pemerintah provinsi,kabupaten,dan kota tetap memungut retribusi yang memberatkan nelayan.

”Paling tidak, pencabutan perda melalui peraturan presiden (perpres),” tutur Zulkarnain di Medan kemarin. Akhir tahun lalu, Fadel sudah berkali-kali menginstruksikan pemda agar menghapuskan segala retribusi di sektor perikanan terhitung sejak Januari 2010. Dasar penghapusan retribusi ini karena dinilai telah memberatkan nelayan. Penghapusan retribusi ini akan membebaskan nelayan dari sejumlah kewajiban yang selama ini menjadi beban pendapatan mereka. Namun,penghapusan retribusi ini secara langsung akan mengurangi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perikanan.

Sebagai kompensasinya,Kementerian Kelautan dan Perikanan akan meningkatkan dana alokasi khusus (DAK) kepada daerah. Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) sendiri masih memiliki dua perda yang menjadi dasar pemungutan retribusi kepada nelayan. Kedua peraturan itu,yakni Perda No 3/2007 tentang Retribusi Tempat PenangkapanIkandanPerdaNo4/ 2007 tentang Retribusi Pengujian Laik Tangkap Kapal Perikanan.Namun, keduaperdainikurangefektifdalam menggali potensi PAD. Penyebabnya, substansi Perda No 3/2007, ternyata juga dimiliki sejumlah daerah, seperti Kabupaten Asahan,Tapanuli Tengah,Kota Sibolga.

Sementara itu, PerdaNo4/2007padadasarnya kerap diabaikan nelayan,terutama pemilik kapal besar.Dalam pelaksanaannya, banyak kapal besar seperti di Belawan tidak bersedia membayar retribusidenganalasansudahmemiliki tangkahan sendiri. Zulkarnain menambahkan, penghapusan retribusi sebenarnya tidak serta-merta harus menghapuskan perda. Sebab, retribusi hanya bagian dari perda. Sementara itu, bagian lain juga mengatur regulasi yang bertujuan untuk pembinaan dan penataan sektor perikanan di daerah. ”Jadi bisa saja perda tetap ada, tetapi retribusinya yang dihapuskan,”ujarnya. Meski begitu, Zulkarnain menuturkan, Pemprovsu akan tetap mendukung kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat.

Sejauh ini, pemda hanya bisa menunggu kebijakan lebih lanjut mengenai penghapusan perda yang mengatur retribusi dari nelayan. Apalagi, pemerintah pusat sudah menjanjikan peningkatan DAK sebagai kompensasi hilangnya PAD dari sektor perikanan.”Kami tetap konsisten mendukung penghapusan retribusi untuk kepentingan nelayan,” tuturnya. Ketua Komisi B DPRD Sumut Layari Sinukaban mengungkapkan, pada dasarnya,DPRD Sumut juga mendukung penghapusan retribusi terhadap nelayan. Sebagai salah satu sumber pendapatan di luar PAD sektor perikanan, Layari menyarankan agar pemda memaksimalkan usaha, seperti budi daya perikanan dan mengembangkan industri perikanan.

Berdasar data Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut,PAD yang diperoleh dari sektor perikanan pada 2008 mencapai Rp1,6 miliar, sedangkan pada 2009 meningkat menjadi Rp2,35 miliar. Sementara itu,DAK untuk kabupaten/kota di Sumut mencapai Rp60 miliar per tahun dan dana dekonsentrasi sekitar Rp11 miliar per tahun.
(seputar-indonesia.com)

0 komentar:

Posting Komentar