Pages

Kamis, 18 Februari 2010

Relawan Mega-Prabowo “Marah” Besar, Kades Pencontreng 50 Kertas Suara Dalam Pilpres dan Telah Divonis 18 Bulan Penjara Belum Dieksekusi

Belum ditahannya oknum kepala desa yang melakukan pencontrengan sebanyak 50 kertas suara pada pemilihan presiden (Pilpres) yang lalu, sementara Pengadilan Negeri (PN) Sibolga dan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara sudah menjatuhkan vonis 18 bulan penjara pada September 2009, membuat relawan Mega-Prabowo “marah” besar. Relawan Mega-Prabowo Sibolga-Tapanuli Tengah, Edyanto Simatupang kepada wartawan di Sibolga, Kamis (11/2) mengungkapkan kemarahannya dengan melampiaskan pukul meja. “Saya sangat geram melihat penegakan hukum di Negeri ini, khususnya di Sibolga. Perlu digaris bawahi, masalah Pilpres merupakan permasalahan nasional, namun berani-beraninya Kejari Sibolga membiarkan seorang oknum kepala desa pencontreng 50 kertas suara bebas berkeliaran, meski pengadilan sudah memvonis 18 tahun penjara. Inikan sudah sangat keterlaluan,” kata Edyanto.
Senada dengan Edy, Indonesian Corruption Watch (ICW) dan LSM Metro Watch menyampaikan “mosi tak percaya” kepada Kejaksaan Negeri Sibolga. Ketua ICW Sibolga – Tapteng Dohar Fraklin Sianipar dan Ketua LSM Metro Watch Janner Silitonga kepada wartawan di Sibolga, Kamis sore, mengatakan bahwa pembiaran terpidana berkeliaran meski putusan sudah berkekuatan tetap menumbuhkan ketidakpercayaan pada penegakan hukum di Indonesia khususnya di Sibolga.
“Ini pertanda ketidak konsistenan hukum sebagai panglima. Kekuatan hukum sudah diinjak-injak oleh orang-orang tertentu. Jika ini dibiarkan, kita khawatir ke depan penegakan hukum hanya sebagai “life service” semata,” kata Dohar dan Janner.
Dohar dan Janner menegaskan akan menyampaikan permasalahan ini melalui lembaga organisasinya ke Satuan Petugas (Satgas) Pemberantasan Mafia hukum di Jakarta. Karena sudah sangat merusak citra penegakan hukum di Indonesia. “Bagaimana pun kasus pembiaran ini, sangat menciderai kekuatan hukum itu sendiri, dengan demikian kasus ini tidak akan kita biarkan. Kita sangat menyayangkan penegakan hukum di Sibolga yang sangat rapuh dan tidak “bergigi” melakukan eksekusi terhadap terpidana,” kata mereka.
Padahal, dalam masalah sepele seperti dugaan penganiayaan (tamparan) terhadap adik ipar oleh terdakwa Hasardi Lase harus mendekam di penjara meski kemudian ditangguhkan oleh Pengadilan Negeri, dan banyak lagi. Sebaliknya, yang kasusnya sudah permasalahan nasional, bahkan presiden SBY sendiri telah memerintahkan supaya persoalan Pilpres seperti penggandaan suara dan pencontrengan lebih dari satu suara untuk diselidiki dan dihukum seberat-beratnya seperti yang dilakukan oknum Kepala Desa Unte Mungkur, Kecamatan Kolang Kabupaten Tapanuli Tengah berinisial BB yang notabene sudah divonis oleh Pengadilan namun masih bebas berkeliaran. “Penegakan hukum yang sangat krusial,” kata Dohar dan Janner.
Sementara Edyanto menegaskan akan berkoordinasi dengan tim relawan pemenangan Mega-Prabowo di seluruh Indonesia, khususnya tim Sibolga- Tapteng untuk menyikapi persoalan ini. “Tim Mega – Prabowo seperti disepelekan dalam persoalan ini. Kami tidak akan mau, karena persoalan ini menginjak-injak harga diri kami. Kami pastikan bahwa kami akan berteriak meminta penegakan hukum yang konsekwen,” kata Edyanto.(
hariansib.com)

0 komentar:

Posting Komentar