Pages

Sabtu, 20 Februari 2010

Kadishutbun: PT Nauli Sawit Kantongi IUP


Pemkab Tapteng melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Ir APM Simanjuntak didampingi Kasi Perlindungan Hutan dan KSDA Irwan Lumbantobing SP menegaskan, PT Nauli Sawit telah mengantongi Izin Usaha Pembukaan Lahan Perkebunan (IUP). Sedangkan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit itu, diakuinya masih dalam proses pengurusan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

APM Simanjuntak dalam siaran persnya ke METRO, Jumat (19/2) juga membantah pernyataan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang menyatakan PT Nauli Sawit di empat kecamatan di Tapteng telah menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan alam. Alasannya, perusahaan selama ini perusahaan tersebut berjalan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku. Bahkan, katanya, perusahaan tersebut tidak pernah merusak alam dan lingkungan. Justru menambah pernghijauan di atas lahan yang sejak puluhan tahun tak dapat ditanami pepohonan akibat lahan digenangi air.

"Hal ini berdasarkan peninjauan tim yang terdiri atas Dishutbun Sumut, Poldasu, dan instansi terkait Pemkab Tapteng pada November 2009. Saat itu, ditinjau ke segala penjuru lahan yang terdiri atas lahan gambut (lahan usaha II) dan lahan transmigrasi dan pemukiman penduduk (lahan usaha I). Semula, pada lahan usaha II yang berdekatan dengan laut, kondisinya tidak dapat difungsikan sebagai lahan bercocok tanam. Bila Walhi mempermasalahkannya, maka kajiannya sangat tidak relevan dan perlu pelurusan dengan mengkaji segala aspek lebih mendalam," tutur APM Simanjuntak.

Irwan menambahkan, sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) No 44/Menhut-II/2005 tentang penunjukan kawasan konservasi, lahan gambut di Tapteng sangat banyak. Misalkan, lahan gambut di sekitar Desa Aek Horsik, yang tidak dapat dijadikan kawasan konservasi karena sebagian merupakan lahan milik warga yang bersertifikat.

Terkait izin prinsip perusahaan yang dinyatakan Walhi dan AMAN telah kedaluwarsa, Irwan malah bertanya izin mana yang dimaksud serta prosedur apa yang dilanggar. "Bila Walhi dan AMAN menyinggung izin perusahaan, PT Nauli Sawit sejak tahun 2005 sudah mengantongi IUP. Sedangkan HGU perusahaan itu sampai sekarang masih dalam proses pengurusan di BPN, sebab harus dilakukan pengkajian secara bertahap untuk mengeluarkan HUG," tutur mereka.

Jadi jika Walhi menyebutkan izin prinsip, lanjut APM Simanjuntak, hingga saat ini Bupati Tapteng belum pernah mengeluarkan izin prinsip kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit mana pun. "Jadi, kita (pemerintah, Red) bingung, izin prinsip yang mana dimaksud Walhi dan AMAN?," tanyanya.

Lebih lanjut dikatakannya, bila Walhi dan AMAN berasumsi perusahaan telah menyerobot lahan masyarakat, Dishutbun Tapteng sangat menyayangkannya. Sebab hingga saat ini lahan warga yang terdapat tepat di sekitar lahan perkebunan PT Nauli Sawit, masih ditumbuhi karet, pisang, dan kelapa. Permasalahannya, belum ada titik temu negosiasi antara pemilik lahan dengan PT Nauli Sawit terkait ganti rugi.

"Jadi, sangat tidak benar bila Walhi dan AMAN menyatakan perusahan telah menyerobot lahan warga. Seharusnya Walhi sebagai lembaga independen yang memiliki legalitas yang kuat, tidak semudah itu melontarkan statemen. Kita siap melakukan peninjauan lapangan bersama sehingga mendapatkan hasil investigasi yang akurat dan mendasar," tegas Irwan.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Sahrul Sagala didampingi Manajer Walhi Sahat Tarida Rumahorbo dan Ketua AMAN, Alung mengaku telah meninjau ke lapangan terkait lahan masyarakat yang dirampas PT Nauli Sawit sejak tahun 2004.

Walhi menegaskan, berdasarkan hasil investigasi selama seminggu di lokasi perkebunan PT Nauli Sawit, mereka telah menemukan beberapa keganjilan.

"Berdasarkan temuan di lapangan, PT Nauli Sawit tidak hanya merampas lahan masyarakat, namun juga telah melakukan pelanggaran mitigasi terkait perubahan iklim dan pengurangan emisi dari perombakan alam, serta adanya pengeringan ekosistem lahan gambut. Artinya kawasan ekosistim gambut sudah dirusak karena dijadikan sebagai perkebunan sawit," beber Sahrul.

Sahrul juga menambahkan, sesuai data yang mereka peroleh, PT Nauli Sawit merupakan perusahaan ilegal karena tak mengantongi HGU. Perusahaan tersebut, katanya, beroperasi hanya bermodalkan izin prinsip. Ironisnya, izin prinsip tersebut telah kedaluwarsa karena hanya berlaku hingga tahun 2005. (metrosiantar.com)

0 komentar:

Posting Komentar